Tuesday, March 13, 2012

Antre: Cerminan budaya bangsa

Fenomena sosial di Indonesia yang ke-2 yang saya bahas kali ini adalah ANTRE. Budaya ini perlu mendapat sorotan lebih karena masih kurangnya kesadaran bangsa kita untuk perihal yang satu ini. Masih banyak yang belum menyadari, hal yang kelihatannya sepele ini sebenarnya adalah salah satu dari pencitraan suatu bangsa. Mengapa? Penjelasannya akan dijabarkan dalam blog ini.

Antre, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bermakna: “berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dsb).” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan antre atau mengantre, termasuk kegiatan atau aktivitas di ruang publik, yang menyangkut kepentingan banyak orang.

Di Indonesia, sayangnya, masih banyak yang menyepelekan budaya antre ini. Kebanyakan, bukan karena mereka tidak tahu, tapi tidak mau peduli dengan mengesampingkan kepentingan orang lain. Mirisnya lagi, hal ini dilakukan juga oleh orang-orang yang mengaku berpendidikan dan mempunyai pekerjaan yang baik. Fenomena ini sering kita temui sehari-hari di ruang publik, seperti transportasi umum, bank, rumah sakit, lift, dan bahkan di toilet sekali pun.

Bagi para pengguna busway/Trans Jakarta (Trans-J), pasti tidak asing lagi dengan fenomena antrean panjang di hampir setiap haltenya. Saat saya “back for good” dari perantauan di Eropa dan mencoba Trans-J pertama kalinya, saya sampai heran dan kaget, merasakan antrean yang menurut saya, maaf, barbar sekali. Orang-orang saling mendorong satu sama lain untuk masuk ke dalam bus, sampai sering terjadi ada penumpang yang terjatuh. Penumpang yang turun tidak diutamakan untuk keluar bus dan terkadang sampai tidak bisa keluar karena penumpang yang masuk tidak sabar dan tidak mau mengalah. Apa yang di pikiran mereka sebenarnya? Kenapa tidak bisa masuk pelan-pelan saja? Bus tidak akan meninggalkan Anda kecuali memang sudah penuh sekali.

Suatu waktu, ibu saya pernah cerita, ketika beliau sedang di suatu bank, di Jakarta. Di depan ibu saya berdiri orang Singapura yang sedang mengantre. Tiba-tiba, ada seseorang yang entah dari mana, menyelak antrean mereka seenaknya. Anda tahu apa yang diucapkan orang Singapura itu? “UNCIVILIZED!”, TIDAK BERADAB/BERBUDAYA. Ibu saya saja sampai malu mendengarnya. Apa kita tidak merasa malu dicap bangsa lain sebagai bangsa yang tidak berbudaya?

Saya tahu, tidak semua orang Indonesia seperti itu. Masih banyak yang mengerti pentingnya budaya antre secara tertib dan teratur. Anda tahu, bagaimana mencirikan bahwa lingkungan sekitar anda cukup "berbudaya” atau tidak? Perhatkan ketika suatu waktu Anda mengantre di sebuah toilet umum. Mana yang lebih benar, langsung antre di depan pintu toilet atau sebelum pintu-pintu tersebut sekitar area wastafel memanjang ke belakang? Silakan jawab sendiri terlebih dahulu.

Lalu, bagaimana sebenarnya adab mengantre dengan baik dan tertib? Mudah sekali, tidak perlu menjadi “jenius” untuk memahaminya, hanya dengan meniatkan hati dan kesadaran diri untuk menjadi orang yang lebih baik, bagi diri sendiri dan juga orang-orang sekitarnya.

1) Di transportasi umum, lift, eskalator atau jalan. 

Di stasiun kereta atau halte Trans-J: biasakan untuk mengantre di pinggir pintu masuk. Kosongkan daerah tengahnya agar penumpang yang mau turun bisa keluar dengan leluasa. Utamakan penumpang yang turun, setelah itu baru Anda masuk dengan tertib, tidak perlu mendorong. Di setiap stasiun Mass Rapid Transportation (MRT) Singapura, setiap pintu masuk kereta, terdapat garis pembatas,di mana penumpang harus antre, yaitu di sisi kiri atau kanan pintu. Bagian tengah harus dikosongkan. Bahkan di Eropa, Jepang atau Korea Selatan, meskipun tidak ada garis pembatasnya pun, tetap tertib, karena sudah menjadi budaya sehingga kesadaran diri mereka sangat besar. Hal ersebut berlaku juga untuk antre menaiki lift. Bagaimana dengan eskalator, tangga penyeberangan atau pun jalan umum? Di Indonesia, biasakan untuk jalan/berdiri di sebelah kiri, gunakan bagian kanan hanya untuk mendahului layaknya mobil. Jangan menghalangi dan menghambat orang yang ingin mendahului, dan orang yang berlawan arah dengan Anda, dengan berlambat-lambat jalan di kanan, apalagi jika Anda jalan berdua; jalanlah satu-persatu, apalagi jika jalannya sempit.


2) Di bank, toilet umum, supermarket.


Kebanyakan bank Indonesia sekarang sudah memakai sistem antrean nomor. Tapi masih ada juga yang masih mengantre secara konvensional. Saya masih melihatnya di BCA yang tetap saya acungi jempol. Mengapa? Karena sistem antreannya persis seperti yang ada di negara-negara maju. Para nasabah tidak antre depan masing-masing teller, tapi satu antrean panjang mengular yang kemudian ujungnya terbagi ke beberapa teller, seperti garpu. Mengapa sistem garpu? Karena kepentingan setiap orang berbeda-beda. Sistem garpu memberikan alternatif. Jika satu nasabah bertransaksi lama di teller 1, nasabah yang mengantre bisa datang ke teller 2 atau teller mana pun yang kosong, sehingga pergerakan nasabah-nasabah lainnya menjadi lebih cepat. Tentu saja sistem ini menghasilkan satu antrean panjang, jadi tetap harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Antrean seperti itu pun berlaku di toilet umum yang bisa kita lihat di mall-mall berkelas. Anda bisa rasakan, mereka biasanya otomatis membuat satu antrean panjang, bukan antre di depan masing-masing pintu toilet. 

Pengalaman saya waktu di Jerman, meskipun tidak ada antrean nomor atau pun konvensional, mereka tetap sadar diri. Mereka sudah mengerti, kapan gilirannya dengan mengkonfirmasi dan bertanya pada orang-orang yang sudah menunggu, tidak ada selak-menyelak. Jika pun ada orang yang lebih dulu mengantre dan orang itu lupa, orang yang sesudahnya itu mengingatkannya. Terkadang di supermarket, jika saya hanya belanja sedikit, 1-5 barang, mereka menawarkan diri untuk bayar di kasir terlebih dulu.
Di Indonesia, suatu kali saya terburu-buru dan hanya belanja 1 barang. Saya meminta izin orang yang mengantre di depan saya, untuk bayar lebih dulu, dan alhamdulillah orang tersebut mengerti dan mempersilakan saya. Intinya, jika Anda dalam terdesak sekalipun, janganlah sekali-kali memotong antrean, minta izinlah kepada orang yang lebih dulu mengantre di depan Anda. Mereka akan jauh lebih menghargai dan tidak akan segan mengizinkan Anda.



Budaya mencerminkan kemajuan bangsa. Melalui tulisan ini, saya hanya sekedar ingin mengingatkan, sebagai bangsa Indonesia yang mengaku berbudaya besar, bahwa pada dasarnya, antre merupakan salah satu budaya fundamental yang universal bagi setiap bangsa mana pun di dunia ini, jadi jangan pernah mengabaikannya. Dengan menciptakan situasi dan kondisi yang teratur, tertib dan kondusif di sekitar kita, berarti Anda telah memantaskan diri untuk disebut orang yang berbudaya :) [RMF]



2 comments:

  1. Betul, saya setuju kalau orang Indonesia harus lebih membudayakan antri

    ReplyDelete
  2. Mari galakkan budaya antre yg "beradab" & tertib ^^

    ReplyDelete