Saturday, November 27, 2010

Moon’s Lonely Seoul ~ 2nd Chapter: First Day (Notes of My Quests in Seoul & Kuala Lumpur)


THE QUEST: 2nd Chapter
1st Day: 9 November 2010

    Saya sudah bangun dari jam 01.00 untuk mandi dan masukin barang-barang yang masih harus dimasukin ke koper. Untung malemnya entah kenapa bisa tidur cepet, meskipun gak terlalu nyenyak, at least mata dan badan istirahat. Taksi yang dah dipesen malem sebelumnya, RENCANANYA jemput jam 03.30, belum dateng juga sampai jam 04.10! Gimana gak kesel?!! (`)Take off  jam 06.20 dan counternya ditutup 05.40! Saya gak biasa terlalu mepet dan buru-buru, terutama dengan kondisi Jakarta! Biasanya minimal 2 jam sebelumnya sudah standby di sana, apalagi untuk international flight! Akhirnya taxinya canceled dan nolak untuk bayar denda kaerna kemarin malemnya nyokap sempet salah pesen karena salah hari. Terpaksa jalan kaki sekitar 700 meter dari rumah gelap-gelap ke jalan raya untuk stop taxi. It’s better than nunggu tanpa kepastian yang belum tentu dateng juga. Jalan masih lengang. Untungnya taxi masih ada yang berseliweran dan alhamdulillah bisa cepet dapet. Setelah sempet balik ke rumah ambil ransel dan koper kecil, capcus juga dari rumah. 04.30 yang mestinya udah sampai bandara, at that time baru berangkat dari rumah! Untungnya masih pagi, jalan masih sepi. Tapi tetep aja ketar-ketir, karena tol bandara meskipun masih pagi tetep agak padet. 

    Jam 05.10 akhirnya sampai di bandara. Bawaan gak banyak, jadi bisa lari-lari. Sempet nunggu lama untuk antri di baggage drop counter. 1 minggu sebelumnya saya sudah web check in AA untuk seluruh perjalanan: CGK - KL (Cengkareng - Kuala Lumpur) plus KL - INC (Kuala Lumpur - Incheon) dan sebaliknya. So the seats were secured, tinggal reconfirm paspor dan masukin bagasi. Oh well, ini pertama kali pengalaman naik LCC (low cost carrier) in my life, langsung perjalanan jauh pula. Ya ampuuun, pelayanan di counternya LAMBAT banget! Yang biasanya cuma 5 menit kalau maskapai komersial biasa, ini bisa minimal 10 menit sendiri! Sempet ngobrol sedikit juga sama seorang ibu dan suaminya yang lagi antri dan dia berpendapat sama. Ibu itu juga sempet nanyain kemana saya pergi. Begitu saya jawab Seoul, pertanyaan selanjutnya adalah, “Ada tugas kantor ya?”, “Oh, nggak, bu, lagi liburan aja”. Dalam hati sempet saya ketawa dan aminin aja. Oh, at least she could differentiate me as a NORMAL passenger, not a TKW! () *hahaha*

    Yang paling makan waktu above all adalah urus BEBAS FISKAL! Antriannya udah kaya’ antri sembako! I’d never been in this situation before, biasanya gak pernah ngantri sama sekali, dan memang biasanya dulu night flight. Gak nyangka kalau morning flight akan sepenuh ini. Antrinya aja 20 menit sendiri! Kebanyakan dari mereka gak nyiapin fotokopi  kartu NPWP in advance sih, makanya lambat, karna petugasnya harus ekstra fotokopi dulu. Giliran saya, kurang dari 1 menit kelar tuh. Setelah itu saya dengan setengah buru-buru masuk emigrasi dan menuju gate-nya. Setelah sempet tanya sama petugasnya, he said, it’s  already boarding to plane, so I must’ve hurry. Oh well, ternyata masih banyak yang lebih telat. Saya sempat celingak-celinguk liat pesawatnya. OMG, bener ternyata apa kata orang-orang, maybe I called it FLYING BUS! It’s indeed like a bus plus interior plane pada umumnya! For this CGK - KL flight, kursinya 3-3. 


    Air Asia Indonesia seats (random pic from google)

    Saya duduk di gang, 2 orang di sebelah pasangan keturunan Cina, looks like still ababil. Untungnya NORMAL, not the “alay” one. Kami sempet komentarin beberapa hal tentang pesawat itu. And the thing which made us frowning is…..the seat CANNOT or rather MAY NOT BE STRETCHED DOWN!!!   Untung cuma 2 jam perjalanan, meskipun tetep aja badan cukup pegel. Sempet mikir waktu itu, kalau pesawat dari KL – ICN begini juga, bisa-bisa sampai sana, saya sudah jadi zombie! () Ada sekelompok calhaj sepertinya ikut di pesawat itu. Entah mau ke mana dulu atau berangkat dari embarkasi mana, soalnya mereka pakai seragam yang sama. 15 minutes later, we’re starting to take off. Oh, during the taxi  & preparing to take off, ada hal-hal yang cukup menggelitik bagi saya. Para FA (Flight Attendants) masih peragakan keselamatan di depan penumpang. Maklum, kalau naik pesawat komersial biasa yang ada “tipi”nya, peragaan manual gak diperlukan lagi, tinggal nonton di layar! Dan yang tak kalah hebatnya lagi, its emergency doors are occupied with the seats! So, there’re another special treatment and warning to passenger who seats there! I really felt such a newbie there! I’d never seen that kind of situations before! Who’s retarded here actually? () *LOL*
     
    Dan karena penerbangan LCC berprinsip, you pay what you need, so I didn’t reserve or buy any food during this flight. It’s just 2 hours flight, I could handle it. Berhubung gak ada entertainment, saya tidur-tidur ayam sebentar, baca-baca majalah sambil celingak-celinguk, still wondering. Oh, at least it didn’t delay during my entire trip to Seoul! I was amazed. I thought, this LCC is related to word of “delay”! But I was wrong. I apologized for the my underestimation <(_ _)>

    Sampai di LCCT Kuala Lumpur sesuai dengan jadwal, jam 09.20 waktu Malaysia (1 hour difference from Jakarta). LCCT stands for Low Cost Carrier Terminal. It’s NOT the main airport. It’s part of KLIA (Kuala Lumpur International Airport) anyway, even the place is quite far to each other. My first impression of this airport was TAKJUB! Karena bandaranya tidak beda jauh dengan pesawatnya, is like bus terminal yang dipenuhi oleh para calon penumpang dari berbagai bangsa dan ke berbagai tujuan. Alhamdulillah di imigrasi lancar dan gak lama dan gak ada pemeriksaan barang ekstra lagi, alias langsung bisa keluar setelah ambil bagasi.

    check-in waiting room LCCT Kuala Lumpur (random pic from Google)

    Next flight to Seoul masih 4 jam lagi, jadi harus masuk ke ruang tunggu lagi setelah keluar imigrasi. AA LCC doesn’t have any connection flight, so you’ve to purchase the ticket “ketengan”. Tiket CGK - KL dan tiket KL - ICN, begitu juga untuk return flight, like I said in prologue story. So you’ve to be well prepared especially about the timing. Sebelumnya, saya pernah pilih tanggal lain, tapi tiket promo gabungan yang tersedia timing-nya mepet banget, cuma 1,5 jam iianm and I wouldn’t take such a risk. Belum kalau ada kemungkinan delay, waktu yang dibutuhkan untuk keluar imigrasi, baggage claim, another check in, masuk emigrasi dan boarding. Saya gak mau mepet-mepet. Jadi terpilihlah tanggal ini, yang jarak waktunya cukup lega. 

    Bangku-bangku tempat tunggu hampir full. Mostly banyak orang (keturunan) India. Setelah beberapa lama sempet celingak-celinguk,  akhirnya dapet kursi juga. 2 seats beside me were already occupied with one man and one woman, they talked each other in English. Saya sempat buka laptop, niatnya untuk nonton for killing time. Ternyata ada free wifi, but just limited for 2 hours! Well, not bad than nothing. Saya coba untuk browsing, tapi apa yang terjadi, saudara-saudara? Lambatnya minta ampun! Perasaan waktu di Dubai gak selambat itu?! Hehehe lagi-lagi saya banding-bandingkan. Karena udah terlalu bete, saya nonton anime. Di tengah-tengah waktu, perempuan yang tadi ngobrol dengan orang sebelah saya, pergi ke toilet, barang-barangnya sementara dititipkan. Dan orang sebelah saya itu mulai ngajak ngobrol. Kinda nice person actually, but he talked too much I think :)) He’s Malaysian. Dia mau pergi ke Bandung at karena ada urusan kerja. Pesawatnya canceled karena waktu itu sedang hebohnya abu Merapi. Sebelum berangkat dari Jakarta pun, saya sempet khawatir hal yang sama, karena 2 hari sebelum keberangkatan, banyak maskapai internasional gak terbang dari dan menuju Jakarta karena isu abu Merapinya sudah sampai bandara Soekarno-Hatta dan akhirnya diklarifikasi BMKG, bahwa bandara aman. Alhamdulillah, sehari sebelumnya, pesawat-pesawat kembali terbang dengan normal. 

    Balik lagi ke orang Malaysia di sebelah saya. Karena pesawatnya canceled, he had to wait for almost 8 - 10 hours iianm. Meskipun dia tinggal di KL, dia gak balik dulu ke rumah, karena terlalu makan waktu dan cape kalau harus bolak-balik katanya. So he’s rather waiting there. He’d take a flight to Jakarta instead if there’s sooner flight available, and then from the airport take a bus to Bandung. Dia sempet tanya  saran juga ke saya sebelumnya perihal transportasi dari airport ke sana. 

    Fyi, kami ngobrol dengan bahasa masing-masing, he spoke Melayu - Malay and I spoke bahasa Indonesia. Yah, karna dia sering bolak-balik Jakarta/Bandung, jadi dia cukup ngerti apa yang saya katakan. Paling ada beberapa kata yang masih rancu. Dia juga tanya beberapa pertanyaan standar, mau ke mana, ada urusan apa blablabla. Begitu tahu saya mau ke Seoul, dia bilang kalu perempuan yang di sebelahnya tadi adalah orang Myanmar dan juga mau ke sana, she had to attend a workshop there. Dan saya akhirnya ngobrol dengan perempuan Myanmar itu. Her age is about the same as me, I presume. She’s really glad to have friend for the journey, and so did I. At least saya gak “planga-plongo” dan mati gaya, ada temen ngobrol. 2 jam sebelum take off, we’re ready to boarding place and bode farewell to the man. Poor him, he’d to wait for another couple hours until he got the confirmation about the flight.

    Kami check-in masuk emigrasi bersama. Entah kenapa, temen Myanmar saya itu cepet sekali diperiksanya, gak pakai ditanya, meanwhile saya sempet ditanya ada urusan apa kepergian saya sambil senyum-senyum gak jelas. Mungkin karena sama-sama ngerti bahasanya, petugasnya iseng. I told her, “You know, they’re asking me unisignifcant questions because they know i understand the language” . “Oh, really?”, she replied and wondered about that. 

    check-in situation in LCCT Kuala Lumpur (random pic from Google)
    Dan kami akhirnya duduk di ruang tunggu depan boarding room yang masih ditutup. It’s till 2 hours before departure. Akhirnya kami ngobrol santai dan formally kenalan. Karena namanya, “T-something” dan cara bacanya juga susah, makanya saya gak inget sampai sekarang *I really apologized for that <(_ _)>* Dia cerita tentang workshop-nya, dan bilang ada juga peserta dari Indonesia. She told me, she got EUR 500 for the flight tickets from the committee, so she chose AA, the cheapest amongst all. Her workshop was kinda international meeting, but I forgot what it’s called. Dari masing-masing negara dipilih satu delegasiuntuk presentasi and she’s chosen from her country. It’s about democracy and human right iianm, meskipun dia bilang di negaranya, Myanmar, demokrasi itu gak ada. Negaranya bisa dibilang mirip dengan Korea Utara yang semuanya tersentral dan dipimpin oleh junta militer. 

    boarding hall LCCT Kuala Lumpur (random pic from Google)
    She told me about Aung San Suu Kyi history, which i heard about the name for the first time from her honestly *Saya kurang baca berita juga mungkin* :)) Dan setelah itu saya ketahui beritanya seminggu kemudian di tv tentang pembebasannya dan sempet baca artikel berita tentangnya. Ternyata beliau adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar yang terbunuh, Jenderal Aung San, yang dibebaskan kurang dari satu minggu setelah pemilu Myanmar yang dikecam oleh banyak pihak sebagai pemilu palsu untuk mengukuhkan kembali rezim militer yang sudah lama berkuasa.  My fellow trip itu berasumsi buruk  bahwa di masa datang, pemerintah tetap mencari-cari alasan untuk menjebloskan Suu Kyi ke penjara lagi.

    Dia cerita juga bahwa penggunaaan internet mostly di perkantoran. Karena untuk private internet, untuk pemasangan pertama dikenakan biaya (kalau dirupiahkan) berkisar 10 juta rupiah! Padahal gaji pekerja rata-rata di sana hanya sekitar 3 juta rupiah per bulannya! So, it’is such a luxurious thing. She booked her flight tickets not by herself, but she had to transfer the money to her friend in Singapore to book and pay it with that friend’s CC, because in her country, the banks are not allowed to do international transactions! Using a CC is impossible!

    And i just knew, that Myanmar is even worse than ours about visa. Mereka harus apply visa ke hampir seluruh negara di dunia dengan syarat yang sama hebohnya dengan WNI yang mau ajuin visa ke negara-negara maju! Even in ASEAN, they’ve to do that pain in the a*s stuffs! Temen saya itu harus sedia visa Malaysia in advance sebelum dia ke Kuala Lumpur, even it’s just for transit! She told me, visa yang paling susah keluar karna persyaratannya yang susah adalah… *apa menurut kalian coba?*…. THAILAND! Katatanya, kalau sudah sekali dapet visa itu, untuk seterusnya jadi lebih gampang. Yah memang sih, hampir semua WN lain, meski dari negara-negara maju sekalipun, jika mau ke Myanmar memang harus ajuin visa sebelumnya. Dan entah kenapa (liat informasi dari beberapa website), starting from 1st Sep 2010, pre-arranged Visa on Arrival has been practiced in Myanmar again. Citizens from those countries which has Myanmar Embassy must apply visa at their respective country. Imho, sistem negara mereka yang membuat segalanya dipersulit.  Mungkin di berbagai negara yang punya sistem mirip seperti itu, seperti Korea Utara, akan seperti itu juga. Huuuf...setidaknya, keadaan kita ternyata masih jauh lebih baik, meskipun saya sendiri masih sering mencak-mencak juga sih *hehehe*

    Setelah  pembicaraan serius, kami jeda sebentar. Dia tukar ringgitnya dengan won. Kebetulan saya bawa beberapa mata uang: USD, KRW, MYR dan SGD hehehe. Selain USD, yang lainnya sih cuma sedikit-sedikit. Sebelumnya saya ke Ayumas  di Kwitang, KRW-nya lagi gak ada stok. Ya udah deh, jadi beli USD, biar ditukernya di sana aja. Mana waktu itu mba yang ngelayanin jutek banget lagi. Jadi makin malaslah berlama-lama di situ. Balik lagi ke cerita di bandara. Setelah teman saya balik lagi, kami lanjut bercerita hal-hal yang santai. Saya baru tahu, ternyata dia sempet nginep di bandara ini semalem, karena penerbangan AA dari Myanmar ke KL cuma ada 1x sehari dan sampainya malam. Tadinya dia mau mencari hotel, tapi karena paling dekat ada di bandara utama yang cukup jauh, dia urungkann niatnya dan putusin untuk bermalam di situ saja. She told me, she barely had any sleep. Poor her!

    Kami berdua sama-sama pertama kalinya ke Seoul, jadi excited sekali bicara tentang objek-objek wisata dan artis-artisnya. Ternyata lagu Nobody But You-nya Wonder Girls udah terkenal di mana-mana ya? Hihihi. Dan dia menyebut random sebuah nama, Kim Jong Il, dan dia baru sadar kalau itu adalah nama pemimpin Korea Utara dan kami sama-sama ketawa. Setelah sambil panjang lebar, antri di tempat boarding kami pun akhirnya masuk pesawat setelah nunggu kurang lebih 2 jam. Saya sempet tanyain teman saya itu tentang bahasa Myanmar, whether it’s like Chinese that has ....(???)  Sampai di situ saya terhenti. Apa ya bahasa Inggrisnya “Betonung” atau penekanan? I tried to use another definition, but her answer wasn't like I expected. So, I honestly told her, that I just remembered that vocab in German not in English. She smiled and understood, because sometimes she has the same problem as mine. Padahal saya penasaran banget tuh. Kenapa juga waktu itu gak kepikiran kata „emphasis“ atau „intonationor at least buka kamus di hp ya?  ―(T_T)→

    Oh iya, selama nunggu masuk ke ruang boarding, banyak banget orang (keturunan) India yang duduk dan seliweran di situ dan entah kenapa sering banget curi-curi pandang kami waktu ngobrol. Maklum sih, di gate sebelah ada penerbangan AA ke Mumbai iianm. Dan yang lebih menarik perhatian, ada 4 orang (keturunan) India yang diborgol dan dibawa masuk ke gate tujuan itu sebelum penumpang lain masuk. Para kriminal yang mau dideportasi mungkin? Entahlah. Kami cuma bisa liat saja dari ruang boarding yang kebetulan dekat situ.
    Dan karena ini flight to Seoul, jadi banyak native people. Sudah kerasa hawa k-dramanya, alias udah banyak orang yang bercakap-cakap dan berdandan seperti orang sana (’-’*) *fufufu*

    Berikutnya, kami jalan bareng menuju pesawat. Fyi,  saudara-saudaraku, naik dan turun pesawat di LCCT itu gak pakai „belalai“ seperti biasa, tapi harus naik-turun tangga pesawat dan jalan kaki ke/dari gate-nya.
    Untung saya pesen bagasi, kalau nggak, dah pegel duluan nih tangan. 



    walk path from gate to the plane (random pic from Google)
    the plane and situation it's kinda like this (random pic from Google)

    Pesawatnya lebih besar dari yang saya tumpangi dari CGK - KL. Iya lah, namanya juga penerbangan jarak jauh dan dilabeli AA-X (Xtra Large, Xtra Long). Saya dapet kursi 3 dari belakang iianm. Nasib gak mau pesen seat, dapetnya ya random. Ah, gak masalah sih duduk di mana aja. Kali ini kursinya 2-3-2. Saya duduk di kursi 3 di tengah. Sedangkan teman Myanmar saya jauh di depan, jadi kami pisah untuk sementara.
    U know what? During preparation, taxi and waiting for take off, lagu yang diputer adalah Fly To Seoul, „Boom Boom Boom“-nya 2PM. Nothing‘s wrong with that, really. Cocok malah. Orang-orang di sekitar yang non-Korea pun menikmatinya, so did I. Tapi lama-lama saya mulai bosen. Masalahnya, lagu itu terus diputar berulang-ulang sampai 30-45 menit ke depan tanpa jeda sampai pesawat bener-bener take-off! OMG, it’s a nice song, but please, don’t overdo it! You don’t wanna brainwash us with that song, right?!  Sepertinya AA cuma punya lagu itu untuk diputer. Nasib…nasib…




    the seats (random pic from Google)  

    Ada 2 hal yang menyenangkan untuk KL-ICN flight ini, selain on time - take off jam 13.55 waktu KL. Hal yang pertama adalah bahwa bangku di kanan & kiri saya VACANT! Jadi selama penerbangan saya bisa tidur dengan leluasanya memakai 3 bangku! Gak nyesel dapet paling belakang pun
     ̄ー ̄This time i reserved a meal when i booked this ticket. Berhubung perjalanan 6,5 jam, saya gak mau kelaperan dan dehidrasi, meskipun nyokap udah bilang makanannya kurang enak dan saya memang gak bawa makanan juga, cuma sedikit snack. Lagipula di KL tadi baru sempet makan apel aja. Dan hal yang kedua adalah there’s a good looking Korean FA in this flight! Dan kebetulan melayani barisan saya  dan sempet bagiin kartu kedatangan di Korea untuk diisi orang asing ( ) *huehehehe*

    He's sooo cute! Gak kalah cakepnya sama artis! I swear it's true! Saya gak lebay! Begitu pertama masuk pesawat pun and he saidhi“ & „welcomewith his smiley face, mata saya gak pernah lepas from that FA. Bener- bener menyegarkan mata saat saya memang sudah ngantuk. Jadilah saya jadikan dia sebagai objek cuci mata selama perjalanan, since there‘s no entertainment in this plane ()_ *hahaha*

    Mostly saya habisin waktu dengan baca buku titipan my bestie, Percintaan Bung Karno Dengan Anak SMA, yang dia sendiri belum sempet baca *saya jadi baca duluan deh, tengkyu yaks XD*, makan dan tidur. Meskipun begitu, perjalanan 6,5 jam tanpa hiburan masih sangat membosankan dan terasa lama banget.

    Akhirnya pesawat sampai di Incheon International Airport sesuai jadwal, 21.15 waktu Korea (2 hours difference from Jakarta). Teman Myanmar saya sudah nunggu di depan gate dan kami jalan bersama. Saya celingak-celinguk lagi, seperti biasa lihat tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Bandaranya besar. Sebelumnya kami harus naik kereta untuk mencapai imigrasinya, that reminds me of Frankfurt International Airport.  

    entrance of Incheon International Airport monorail (random pic from Google)

    inside monorail (random pic from Google) 
    Incheon International Airport arrival (random pic from Google)
    That fellow ternyata tidak diberi kartu kedatangan waktu di pesawat, mungkin kelewatan. Jadi dia harus isi kartu dulu dan saya duluan antri. Dan entah kenapa, setiap pemeriksaan i/emigrasi, urusan dia selalu cepet , baik di KL maupun di Incheon, tidak seperti saya. Mungkin karena dia datang karena undangan workshop atau karena paspor saya ada 2, yang lama dan baru, makanya diperiksanya agak lama??? Meskipun begitu, aint big probs anyway. I was just being asked a question concerned my visa and stay permit in Europe in my both passports. „Did you live in Germany before?“, „Yes,i studied there for 6 years“, i replied. „Wow, that’s good“, he said with smile and stamped my visa

    Incheon Airport immigration (random pic from Google)
    Sebelum keluar, ada baggage claim, scanning and custom. Antriannya cukup panjang. Setelah antri, ternyata kami harus isi custom declaration sebelumnya, jadi saya harus mundur dari antrian dan mengisi kartunya. Nah di sinilah saya dan teman saya terpisah. It’s also part of my mistake karena sebelumnya gak kasih tau dulu. Saya kira, dia juga berpikiran sama. Begitu saya selesai , saya sempet cari dia, tapi tetep gak ada, mungkin sudah di luar. Ya, akhirnya setelah selesai baggage scanning, saya masih ragu dan sempat menunggu my trip fellow itu sebelum benar-benar keluar, tapi gak keliatan tanda-tandanya juga.  

    Incheon Airport  baggage claim (random pic from Google)


    Saya juga sempet bolak balik di situ, bingung mau tuker uang sekarang, di sini atau di luar. Tapi saya juga mau lihat di luar, siapa tahu rate-nya lebih bagus. Tahu sendiri kann money changer bank, apalagi di bandara. Uang saya sebenernya cukup untuk naik bus, tapi setelah itu habis, karena saya cuma bawa 11.000 Won, sisanya mostly USD yang belum ditukar. Itu pun dulu dapet receh KRW-nya malah dari money changer deket rumah. Yang saya kira bakal gak ada, ternyata ada. Lumayan lah, memang berguna. Jadi, mau gak mau saya harus tukar few bucks to won, secukupnya aja, biar gak terlalu rugi.

    Dan akhirnya saya putuskan untuk keluar saja. Begitu keluar pintu yang dijaga polisi dan di depannya ada pembatas sedada tempat banyak orang yang menunggu di belakangnya.
    My first impression was…i feel like in k-drama scene!!!  ()_ *hahaha* Norak mode but it’s true. I saw many scenes like this before! Tapi, sensasi itu gak berlangsung lama, berhubung saya bukan artis yang ditunggu orang-orang itu dan saya tidak dijemput siapa pun karena kesibukan masing-masing, saya buru-buru minggir dan keluar dari „scene“ itu. Saya masih berusaha mencari teman Myanmar itu dan menunggu sebentar, tapi sia-sia, tetep gak ketemu. Maybe that’s our farewell. Agak nyesel juga sih *sampai sekarang* Padahal kami niat bareng sampai naik bus masing-masing. It couldn't be helped then.

    it's like this! i was going out from that automatic glass door there guarded by security (random pic from Google)

    Saya mulai cari-cari money changer bank yang masih buka. Ada 1 di dekat situ, tapi saya mau lihat yang lain, siapa tau rate-nya ada yang lebih bagus. Tapi setelah jalan cukup jauh, ketemu yang malah lebih jelek dari yang pertama. Mana saya sempat ditanya dan ditawarin oleh 2 orang yang  ternyata itu adalah supir taxi. I just said NO and said wanna take a bus.  Padahal 1 diantaranya sudah ada yang bilang kalau mau naik bus, saya harus ke luar, tapi waktu itu saya tidak terlalu gubris karena masih sibuk cari money-changer dan juga convenience store. Akhirnya saya balik ke tempat semula dengan tampang yang sudah ngantuk dan cape menggeret-geret koper. Mungkin orang-orang cape liat saya mondar-mandir kaya’ setrikaan or maybe they already knew i’m a newbie *hahaha* Setelah tukar uang 20 USD, dapet sekitar 21.000 KRW, cukup untuk pegangan sementara, lalu saya ke supermarket untuk beli T-Money seharaga 3.000 KRW, kartu untuk naik transportasi di Seoul dan sekitarnya. Sebenernya mau sekalian reloaded dengan sejumlah uang supaya bisa langsung digunain, tapi sepertinya eonni yang jaga gak begitu ngerti bahasa Inggris. Ya sudahlah, nanti aja. Lagipula harus cepat kejar bus terakhir, takut gak keburu karena tadi waktunya sudah habis puter-puter gak karuan di bandara. Akhirnya saya tanya polisi (atau petugas bandara ya?) di mana loket dan halte busnya, dan dia beri arah petunjuk keluar. Tadinya sempet deg-degan karena ada loket bus di dalam bandara sudah banyak yang tutup. Saya kira, bus terakhir sudah gak ada, tapi saya cukup yakin dengan jadwal yang dilihat di web sebelumnya. 


    Incheon International Airport Arrival Lobby  (random pic from Google)
    Family Mart in Incheon Airport where i bought T-Money (random pic from Google)

    The air outside the airport was freezing and windy. It's 0°C maybe. Saya cari loketnya. Yang ada di dekat-dekat situ sudah tutup. Halte bus 6013 yang sudah saya catat sebelumnya sudah ketemu dan ada 1 orang yang antri di situ.
    Bus terakhir datang sekitar 30 menit lagi, jam 22.45. Kirain karena sudah malem, bisa langsung beli di bus. Tapi, saya gak yakin. Karna waktunya masih rada lama, saya jalan lagi cari loket yang buka dan…ketemu! Saya beli tiket ke Konkuk University seharga 10.000 KRW. Dan ajumma petugas loket kasih tahu di mana haltenya - waktu itu saya masih agak repot dengan bawaan, jadi gak begitu perhatiin, tapi cukup denger dan ngerti apa yang sempet dijelasin, meskipun dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah. Lagipula saya juga sudah tau tempatnya. Selagi nunggu, saya sempat buka koper untuk ambil tambahan jaket, syal dan sarung tangan. Malem itu dingin banget, mungkin karena sudah dekat tengah malam. I thought, I’m not used to this kind of temperature anymore or my clothes aint warm enough. But I wore already 4 layers inside, but still i was freezing at that time. I replied an sms from Nena, who’s asking and checking my arrival there.

    bus ticket shelter outside the airport (random pic from Google)
    sample destination sign bus in terminal Incheon Airport. i took 6013 one ;) (random pic from Google)


    Jam 22.40 busnya dateng, saya antri untuk masukin bagasi dan busnya. Sebelumnya sempet ditanya mau ke mana,  supaya peletakan bagasinya bisa diatur. Saya bilang, “Gwangjin-gu Council”, tapi ajeosshi –nya gak ngerti saya ngomong apa. Di belakang saya ada perempuan ABG Korea yang coba membantu, dia juga gak ngerti, even I showed her the writing in my cellphone if they don't udernstand my pronounciation. It’s my fault not manually writing in hangeul  too. Daripada kelamaan gak ngerti, saya bilang aja Konkuk University, baru mereka ngerti, meskipun saya sebetulnya turun di halte sebelum itu. Padahal setelah saya masuk dalam busnya, halte yang saya sebutkan tadi ada dan tertulis seperti itu juga. Mungkin mereka gak terbiasa dengan nama penyebutan "internasional"-nya.


    the limousine airport bus. once more, it's just a sample, i took 6013 one (random pic from Google)
    inside the bus (random pic from Google)

    Penumpang bus 6013 terakhir itu mungkin ada sekitar 8 orang. Saya duduk di kursi agak belakang. Meskipun di busnya ada tv-nya, saya gak berniat untuk nonton. Selain saya gak ngerti juga, suaranya juga gak begitu terdengar. I’d rather see outside scene through the window. Pengennya sih tidur, tapi takut kelewatan *huhuhu* Jalan menuju bandara sepi banget, mobil-mobilnya bisa diitung dengan jari. Kalau di Indo, bisa buat balapan liar sepertinya saking kosongnya *hehehe* Dan satu hal yang buat saya heran, kenapa mobil-mobil di sini terlihat kinclong seperti layaknya mobil baru? Or it’s just me karena mata udah ngantuk berat? Mungkin kebiasaan lihat mobil-mobil Indo yang meskipun udah “dimandiin”, gak berapa lama terlihat lusuh lagi karena kena hujan dan debu ya??? 

    Tadinya mau foto jembatan yang menghubungi pulau Incheon dan Seoul, tapi gak keburu. Pikiran udah gak konsen karena sudah terlalu cape sepertinya. Fyi, bandara Incheon dan kota Seoul itu jaraknya hampir sama dengan Jakarta - Cengkareng, sama-sama agak di luar kota dan melewati highway.

    the beautiful Incheon bridge at night i'd never seen back then thou' i was twice on that bridge inside the bus :)) (random pic from Google)

    40 menit kemudian, bus sudah masuk kota Seoul. Karena itu bus ekspres, jadi hanya berhenti di tempat-tempat tertentu saja. Saya turun di halte ke-3. Ada beberapa penumpang yang turun di halte pertama. Saya kira, busnya otomatis berhenti di tiap halte, ternyata nggak. Di halte kedua gak berhenti, mungkin karena gak ada yang turun dan sudah malem juga. Saya coba cari tombol stop untuk berhenti di halte berikutnya. Ketemu sih *sepertinya :P*, tapi agak ragu-ragu. Daripada kelewatan, akhirnya saya bilang langsung aja ke supirnya, untung ngerti. Soalnya, gak lama setelah saya bilang, busnya sudah berhenti. Setelah saya turun, supirnya menurunkan bagasi saya. Temannya bestie saya , Widhi, yang bersedia direpotkan selama beberapa hari, ke depan sudah nunggu di halte dan dengan baiknya membantu menggeret koper saya. Prior my arrival I  did  send her couple sms.
        
    Akhirnya saya sampai juga di Seoul!
    Kami harus jalan ke rumah di tengah dingin yang menyengat, kira-kira 500 meter. Gak sempet celingak-celinguk karena sudah malem dan bestie saya menelpon melalui  hp Widhi. Sempet ngobrol sebentar selama di jalan, tapi akhirnya saya nyerah. Nafas saya sudah terengah-engah karena menahan dingin sambil jalan kaki dan lanjutin obrolan nanti kalau sudah sampai rumah. Kami melewati belakang gedung, yang ternyata belakangan saya ketahui itu adalah Lotte Departement Store, dan melalui parkiran apartemen dan masuk sebelah kirinya ada pintu kecil berpagar. Kami masuk ke gang tikus, persis di Indo. Cuma muat 2 pejalan kaki. Jadi pagar itu misahin antara komplek apartemen dan perumahan biasa yang menurut saya sangat kontras. Lalu sampai di belokan ke-2, kami belok. Jalannya mulai lebih lega, mungkin cukup 1 mobil masuk. Rumah pertama dari blok sebelah kiri adalah tempat persinggahan saya untuk 5 hari ke depan. Tapi pada waktu itu karena sudah malam, saya tidak begitu memperhatikan keadaan sekeliling dan hanya ikut teman saya melangkah, yang nantinya akan membawa kesulitan saya di hari berikutnya *huhuhu*

    Rumah yang teman saya tempati typical rumah Korea yang masih kental dengan nuansa tradisional. Dia tinggal di basement (1/2 basement I think) yang punya 2 kamar, kamar mandi dan dapur, dan sekamar dengan mahasiswi Indonesia yang waktu saya datang belum pulang. Kamar 1-nya diisi oleh mahasiswi Aljazair. Beberapa hal yang menarik di tempat itu adalah bahwa kami tidur menggunakan ibul (atau yang kita biasa kenal dengan futon), untuk menghemat ruang, karena bisa dilipat dan ondol (underfloor heating) is common in mostly Korean house. Vice versa waktu saya tinggal di Jerman dulu, yang pakai Fussbodenheizung biasanya rumah-rumah modern. Jadi tidur menggunakan ondol di lantai hangat dan nyaman banget. Hal menarik lainnya adalah kamar mandinya yang lebih tinggi dari ruangan lainnya. Jadi harus menaiki 3 anak tangga. Lucunya, karena tinggi atapnya cuma 160 cm, orang yg tingginya melebihi itu akan menemui kesulitan dan harus nunduk di kamar mandi itu. Untungnya tinggi saya pas, jadi gak perlu repot-repot
    ( ̄ー ̄)*hehehe* Dan cara mandinya pun ngingetin saya dengan cara pemandian di onsen Jepang. Memakai ember/wadah kecil di bawah keran, gayung dan dingklik. Sebenernya showernya ada sih, tapi saya lebih suka cara tradisional yang baru bagi saya *hehehe*

    Saya sempat ditelpon bestie lagi lalu lanjut chatting di YM, karena kebetulan di rumahnya berinternet dan pasang router wifi. Gak lama sih, karena saya sudah cape banget. Saya sempet beres-beres ransel dan ngeluarin barang-barang dari koper dan kasih titipan, hitung-hitung bayar „pajak“ saya tinggal di situ *hehehe*. Sebelum tidur saya ngobrol sebentar dengan Widhi, dan tentang rencana besok. Dan baru setelah beristirahat supaya bisa mulai petualangan saya yang sebenernya esok harinya. My first night in Seoul …

    Moon’s Lonely Seoul ~ 1st Chapter: Prologue (Notes of My Quests in Seoul & Kuala Lumpur)

    Sebenernya dari pertama punya niat untuk nulis catatan perjalanan sebelum berangkat pun. Tapi makin diperkuat karena selama perjalanan, banyak kejadian-kejadian yang menarik, baik lucu, menyenangkan maupun yg tidak mengenakkan, semuanya campur jadi satu. Yah, namanya juga adventure, kalau lurus-lurus aja mungkin gak seru kali ya? Catatan ini dimulai dari persiapan sebelum keberangkatan sampai kepulangan lagi ke Indonesia. Mudah-mudahan bisa jadi memori untuk diri sendiri yang bisa diceritakan ke anak-cucu dan bacaan yg mungkin menarik bagi kalian semua yang membacanya. Mungkin harus sabar, karena tulisan ini panjang dan dibagi dalam beberapa chapter. 

    Last but not least, enjoy my  journey notes & feel free to comment ya ;)

    Dümmster anzunehmender User (DAU)!

    Die Computertechnik begleitet unser Leben zwar mittlerweile schon einige Jahrzehnte, trotzdem ist der Umgang damit für so manchen Zeitgenossen immer noch leidlich problematisch. 

    Als hilfsbereiter Mensch bin ich mit Tips zwar recht großzügig, aber an bestimmten Stellen werde ich doch unleidlich: Wenn ich mich mit Menschen beschäftigen soll, die sich nun wirklich überhaupt keine Mühe geben, ihre eigenen Probleme selber zu lösen. Beim Computer-Support gibt es für diese gefürchtete Personengruppe den terminus technicus DAU. Daß ich wirklich nicht alleine bin, zeigen die folgenden Fundstellen: DAUjones http://www.jaegers.net/humor/dau.de.php


    Erste deutsche DAU-Geschichte

    Anruf bei der PC-Hotline einer großen Firma:
    Anrufer: Könnten Sie bitte den Tassenhalter an meinem Rechner auswechseln? Der ist zwar recht praktisch, wenn der Tisch voll ist, aber doch viel zu labil konstruiert.
    Techniker: ??? - Ich sehe mal vorbei! Beim Besuch vor Ort stellt sich heraus, daß die Schublade des CD-Laufwerks abgebrochen ist.


    Zweite deutsche DAU-Geschichte

    Störungsannahme
    ... eines Tages an der Störungsannahme (STÖ) geschah, was einmal geschehen mußte: ein S U P E R - D A U (Dümmster anzunehmender User) ....
    STÖ: Störungsannahme. Guten Tag!
    Kunde: Guten Tag, meine Name ist -----. Ich habe ein Problem mit meinem Computer.
    STÖ: Welches denn?
    Kunde: Auf meiner Tastatur fehlt eine Taste.
    STÖ: Welche denn?
    Kunde: Die Äniki-Taste.
    STÖ: Für was brauchen Sie denn die Taste?
    Kunde: Das Programm verlangt diese Taste.
    STÖ: Was ist das denn für ein Programm?
    Kunde: Das kenne ich gar nicht, aber das will, das ich die ÄNIKI-Taste drücke. Ich habe ja schon die STRING-Taste und die ALT-Taste und die GROß-mach-Taste ausprobiert,, aber da tut sich nichts.
    STÖ: Was steht gerade auf Ihrem Bildschirm?
    Kunde: Eine Blumenvase.
    STÖ: Nein!!! , ich meine - lesen Sie mir mal vor, was auf Ihrem Bildschirm steht.
    Kunde: IBeEm.
    STÖ: Nein!!! Was auf Ihrem Schirm steht meine ich.
    Kunde: Moment, der hängt an der Garderobe.
    STÖ: !!!!!! - ??????
    Kunde: So, jetzt habe ich den Schirm aufgespannt, aber da steht nichts drauf!
    STÖ: ------ schauen Sie mal auf Ihren Bildschirm und sagen sie mir mal genauwas da gerade steht.
    Kunde: Ach so, Sie meinten .... oh Entschuldigung! Da steht "Please press any Key to continue."
    STÖ: Ach Sie meinen die Any-KEY-Taste. Ihr Computer meldet sich also in Englisch.
    Kunde: Nein, wenn der was sagt, dann piepst der nur.
    STÖ: Drücken sie doch einfach die Enter-Taste.
    Kunde: Jetzt geht's. das ist also die ÄNIKI-Taste, das hätten die aber auch draufschreiben können. Vielen Dank nach mal und auf Wiederhör'n.
    STÖ: Bitte, bitte, keine Ursache!


    Die ultimative DAU-Geschichte aus den USA

    Die folgende Geschichte stellte mir ein Mitglied meiner Mailinglisten zur Verfügung. Wie man dem Text entnehmen kann, ist er schon etwas älter:
    This is a true story from the Word Perfect Helpline which was transcribed from a recording monitoring the customer care department. Needless to say the HelpDesk employee was fired; however, he/she is currently suing the Word Perfect organization for "Termination without cause". This is actual dialogue of a former WordPerfect Customer Support

    "Ridge Hall computer assistance; may I help you?"  
    "Yes, well, I'm having trouble with WordPerfect."
      "What sort of trouble?"
    "Well, I was just typing along, and all of a sudden the words went away."
    "Went away?"
    "They disappeared."
    "Hmm. So what does your screen look like now?"  
    "Nothing."
    "Nothing?"  
     "It's blank; it won't accept anything when I type."
    "Are you still in WordPerfect, or did you get out?"  
    "How do I tell?"
    "Can you see the C: prompt on the screen?"  
    "What's a sea-prompt?"
    "Never mind, can you move your cursor around the screen?"  
    "There isn't any cursor: I told you, it won't accept anything I type.
    ""Does your monitor have a power indicator?"  
    "What's a monitor?"
    "It's the thing with the screen on it that looks like a TV. Does it have a little light that tells you when it's on?"
    "I don't know."
    "Well, then look on the back of the monitor and find where the power cord goes into it. Can you see that?"  
    "Yes, I think so."
    "Great. Follow the cord to the plug, and tell me if it's plugged into the wall."
    ".......Yes, it is." "When you were behind the monitor, did you notice that there are two cables plugged into the back of it, not just one?" "No."
    "Well, there are. I need you to look back there again and find the other cable."
    "....... Okay, here it is."
    "Follow it for me, and tell me if it's plugged securely into the back of your computer."
    "I can't reach."
    "Uh huh. Well, can you see if it is?"
    "No."
    "Even if you maybe put your knee on something and lean way over?"
    "Oh, it's not because I don't have the right angle - it's because it's dark."
    "Dark?"
    "Yes -- the office light is off, and the only light I have is coming in from the window."
    "Well, turn on the office light then."
    "I can't."
    "No? Why not?"
    "Because there's a power failure."
    "A power... A power failure? Ahah, Okay, we've got it licked now. Do you still have the boxes and manuals and packing stuff you computer came in?"
    "Well, yes, I keep them in the closet."
    "Good. Go get them, and unplug your system and pack it up just like it was when you got it. Then take it back to the store you bought it from."
    "Really? Is it that bad?"
    "Yes, I'm afraid it is."
    "Well, all right then, I suppose. What do I tell them?"
    "Tell them you're too stupid to own a computer."



     -----------------------------------------------------------------------------------------

    my notes:

    This time i just co-pasted  from german's site because it's really funny! It's about dumbest assumable user (DAU). Maaf ya, bagi yang gak ngerti bahasanya, baca yang versi Amerikanya aja di artikel bagian bawah. Soalnya kalau diterjemahin, maknanya gak dapet dan gak lucu lagi. 
    Happy laughing! :)


    Anata ga Hajimete de Saigo datta (Cinta Pertama dan Terakhir)

     saisho wa kanashimi kara
    darenimo tasukete agenakatta
    saisho wa kokoro o tsukaneteta
    atashi jishin dake no tame ni

    ima kurushimi ya sabishisa no namida mo nakunatta
    anata ga ite kurete kara

    *Reff.:
    atashi o toikakesasettari sagasasete mo
    kono kimochi nanka wakaranai
    anata janakya, onaji koto ga atta kana?
    de, anata no egao o mite kigatsuita no
    anata ga hajimete de saigo datta

    saisho wa kantan janakatta yo
    kono yami no jinsei no naka de
    hitori de waratteta
    saisho wa hanashi ga iranai ki ga shita datte,
    darenimo wakattenai

    ima kurushimi ya sabishisa no namida mo nakunatta
    anata ga ite kurete kara

    back to *

    moshimo itsuka anata ga inakunattara
    iitoshi hito, atashi o sagasasenaide ne
    anata no egao o mite kigatsuita kara
    anata ga hajimete de saigo datta

    back to *,*

    credit
    original song & singer: Cinta Pertama & Terakhir by Sherina Munaf
    Japanese translator: me
    ---------------------------------------------------------------------------------------

    my notes: 

    1) Just my another random stuffs! It's also published in my fb's Note.Fyi, it's real translation, not proposedly for song's lyric. Arti dan kalimatnya gak beda jauh dengan aslinya, dan tentunya dengan beberapa penyesuaian.

    2) This translation is actually dedicated for my bestie before her marriage at that time. Now she's already pregnant. May she always keeps my translation as her memoir ;)

    3) Bagi yg sudah pro, harap dimaklumi dengan keterbatasan Nihongo.nya. Mattaku mada² desu <(_ _)>

    Nomo no Ekaki Uta

    (CROSS GAME's insert opening song)

    sung by: Shitaya Noriko


    ball ga futatsu tonde kita
    2 balls flew this way


    chicchai ball mo tonde kita

    2 tiny balls also flew this way


    hora hora mada mada mou iccho

    look, look, here is another one


    jimen sure sure fine play

    sliding on the ground, a fine display


    hitoyama futayama miyama koe

    1 mount, 2 mounts, 3 mounts passed by


    shouri no sign wa, V! V! V!

    the sign of victory, V! V! V!


    mo hitotsu omake ni V! V! V!

    one more time, V! V! V!


    wa..tto odoroku daikanshuu

    wow, what a big crowd


    game set de nomo dekiagari!!

    game is over and Nomo is done!!

    credit
    romanization: myself
    sub: SubSmith

    -----------------------------------------------------------------------------------------

    my notes

    Just random stuffs i did in my free time. Ini salah satu insert song dari anime Cross Game. Saya buat ini karena waktu itu tidak menemukan lirik romajinya, karena saya ingin sekali menghafalnya hehehe. Jadilah saya dengar+baca lirik Jepangnya dari lagu ini via youtube sekaligus mencatat liriknya. Tapi arti liriknya credit to SubSmith, fansub dari anime-nya.

    Enjoy it! ;)


    Clairvoyance

    My heart numbed

    I see, I feel and I crave

    In my vision...


    Long passed away are

    The days of sunshine

    In my realm

    Desperately waiting

    For time stopped

    And my life ceased


    9 a.m.


    Di sebuah kedai kopi bernama Magnolia, yang terletak di sebelah kiri Kensington Road. Aku tengah menikmati sepoci earl grey tea bergamout flavor dan sepiring ginger cake yang telah disajikan pelayan beberapa menit yang lalu. Sejenak pandanganku beralih ke luar melalui sebuah kaca besar di depanku. Orang-orang yang berlalu-lalang di trotoar Grafton Street, semuanya mengenakan jaket tebal. Ya...hari ini udara dingin sekali, menurut prediksiku sore ini akan turun salju. Setelah buyar dari lamunanku, kuambil novel Russel Baker yang belum selesai kubaca dari dalam tas, Growing Up.

    Suasana di kedai ini sunyi tenang, itu sebabnya aku sengaja membawa novelku dan membacanya di sini. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat favoritku di kota ini. Entah ini hanya sugesti atau bukan, aku mulai menyukai kota Plymoth karena kedai ini. Beradaptasi dengan lingkungan baru adalah hal yang sulit untukku, tapi kali ini tidak. Aku pindah dari tempat asalku Bradford West York Shire, London. Disanalah dulu aku tinggal bersama ibu dan kakak perempuanku, sampai peristiwa itu terjadi.

    -flashback-

    Dari semua anggota keluarga, aku termasuk orang yang sangat pendiam dan cenderung dingin terhadap orang lain, jika bicara pun hanya seperlunya. Berbeda sekali dengan Cyril, kakak perempuanku yang cenderung banyak bicara dan mudah marah. Kakak paling benci melihat sikap dan kelakuanku yang selalu tanpa ekspresi, dimana pun dan dalam keadaan apapun, karena itulah ia sering bersifat acuh tidak acuh padaku.

    Peristiwa itu terjadi ketika aku telah menyelesaikan pendidikan psikologi di salah satu universitas di Jerman. Saat sedang menandatangani ijasah kelulusanku, aku mendapat telepon dari London yang mengabari bahwa ibu telah wafat. Setelah menyelesaikan urusan-urusan yang harus diselesaikan, dari Stuttgart aku bertolak menuju London.

    Di pelataran parkir depan rumah terlihat ramai dan penuh karangan bunga. Aku masuk ke dalam dan bertemu dengan familiku dan rekan-rekan ibu yang lain. Mereka berbicara sesuatu padaku, tetapi aku tidak begitu mendengarnya, mungkin ucapan belasungkawa. Pandanganku beralih ke sebuah kotak kayu besar dan panjang di sudut ruangan, tertulis Bernadette McCarthy. Itu peti ibu...
    Aku menatap wajah yang telah pucat itu dengan pandangan kosong, tidak merasakan apapun. Pandanganku seketika buyar ketika Orla, sepupuku, memelukku dengan sedih, mencoba menenangkan dan menghibur. Tidak lama kemudian, derit tangga mengalihkan perhatianku. Aku kenal langkah itu, itu kakak. Badannya tampak kurus dan lunglai, matanya merah dan mukanya sembab. Dia menghampiriku.

    "Kenapa kamu masih bisa seperti itu!", sambil menatap tajam mukaku. "Tidak bisakah kamu bersedih atau berduka untuk kali ini saja?!", suaranya terdengar bergetar.

    Kakak menarik lenganku dan menghempaskannya.

    "Lihat! Yang berbaring di sana itu ibu, bukan orang lain!!", ujarnya setengah berteriak.

    "Aku melihatnya dengan jelas. Apa lagi yang harus kulakukan", jawabku datar.

    "Kenapa kau bertanya lagi?! Tidak bisakah kamu menitikkan air mata sedikit pun untuknya dan sehari saja tidak memperlihatkan ekspresi konyolmu itu!!!", dia nampak marah.

    "Meskipun hal itu kulakuan, tapi tetap saja tidak dapat menghidupkan ibu kembali". Lalu, sebuah tamparan keras melayang di pipiku.

    Setelah itu, aku tidak begitu sadar apa yang terjadi. Hanya terdengar samar-samar ucapan kakak yang mengatakan bahwa aku adalah robot, yang dilahirkan tidak punya perasaan, menyusahkan orang lain dan yang menyebabkan ibu meninggal karena terlampau memikirkanku.

    Dan itulah percakapanku yang terakhir dengan kakakku sampai saat ini.

    Setelah peristiwa itu, aku pindah dari London dan berharap bisa memulai lembaran baru di sini.


    -flashback end-


    10 a.m.

    Kututup novelku dan meneguk secangkir teh terakhir, kemudian beranjak dari tempat duduk. Aku menemui George, pemilik kedai yang juga merangkap sebagai kasir. Tampaknya dia sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.

    "Tom, tolong antarkan pesanan ini ke Station Road", ujar George.

    "Sebaiknya tidak lewat Phillmore, jalan itu ditutup karena ada kecelakaan", aku menyela.

    "Barusan saya dari sana, tidak terjadi apa-apa, Miss McCarthy", jawab Tom.

    "Tidak ada yang bisa menduga apa yang terjadi setelah kau kembali", jawabku, sambil menyerahkan uang pada George. Setelah mengucapkan terima kasih, aku meninggalkan kedai itu.

    Aku menyusuri Grafton Street menuju Phillmore. Di kejauhan tampak terlihat garis polisi yang melingkari TKP dan ambulans yang lalu-lalang untuk mengevakuasi para korban kecelakaan. Terdengar suara seorang polisi yang sedang meminta keterangan dari salah satu saksi mata.

    "Pukul berapa kecelakaan ini kira-kira terjadi?", tanya polisi.

    "Hmmm, saya datang dari arah berlawanan dengan mobil kira-kira pukul 9.55 a.m. Saya melihat jam di sudut toko itu ketika kecelakaan itu terjadi. Jika saya datang lebih awal 5 menit, mungkin saya bisa memberi peringatan kepada supir mobil itu. Kejadiannya begitu tiba-tiba."

    Aku yang mendengar pernyataan itu dari kejauhan, hanya bisa memejamkan mata sejenak untuk mendoakan para korban.

    Ya...seandainya aku bisa mencegahnya, pasti musibah ini tidak akan terjadi. Seandainya aku punya kemampuan seperti itu, aku bisa menghubungi rumah sakit secepatnya dan mencegah ibu untuk mengkonsumsi obat itu dan dia pasti masih bersamaku sekarang.

    Tapi aku tahu, hal itu tidak mungkin. Tuhan telah menentukan takdir masing-masing mahluknya. Aku hanyalah salah satu dari sekian banyak manusia yang diberi kemampuan lebih, hanya untuk melihat dan merasakan, tapi tidak untuk mengubahnya.

    Aku tahu...

    Karena aku mempunyai kemampuan itu...


    I wish everyday were Sunday...

    I wish I could see the light in the darkness to guide...

    I wish I knew the sun won't rise tomorrow...

    But...it's unattainable


    Clairvoyance

    ---------------------------------------------------------------------------------------
    my notes:

    Question for you:
    Just guess, who's the main character's name of this story?
    Yang udah pernah tahu, jangan spoiler ya?! hehehe.

    It's my indonesian old short story (shared already in my fs, multiply & fb account) with a bit revision that I wrote about 6 years ago when I was in 3rd grade high school. Inspired from Anthroplogy subject about one of three visions. You can read it further in wikipedia.

    Last but no least, just enjoy it! (^_- )