Sebenernya dari pertama punya niat untuk nulis catatan perjalanan sebelum berangkat pun. Tapi makin diperkuat karena selama perjalanan, banyak kejadian-kejadian yang menarik, baik lucu, menyenangkan maupun yg tidak mengenakkan, semuanya campur jadi satu. Yah, namanya juga adventure, kalau lurus-lurus aja mungkin gak seru kali ya? Catatan ini dimulai dari persiapan sebelum keberangkatan sampai kepulangan lagi ke Indonesia. Mudah-mudahan bisa jadi memori untuk diri sendiri yang bisa diceritakan ke anak-cucu dan bacaan yg mungkin menarik bagi kalian semua yang membacanya. Mungkin harus sabar, karena tulisan ini panjang dan dibagi dalam beberapa chapter.
Prologue: 1st Chapter
Perjalanan ke Seoul ini sebenernya udah diniatin about last summer 2009. Karena kebetulan, one of my besties, Atri, lagi berkunjung ke Frankfurt untuk menghadiri konferensi. So, sebelumnya dia ke Hanno (Hannover), kota tempat saya kuliah dan tinggal dulu di Jerman, untuk mampir plus nginep 2 malem lalu nerusin perjalanannya ke Belanda sebelum balik lagi ke Frankfurt. Selama nemenin jalan-jalan di Hanno, dia sempet bilang, kalau nanti saya ke Seoul, saya akan diajak liat-liat Korean palaces. Waktu itu saya hanya mengamini aja, siapa tau emang ada rizki someday untuk ke sana.
Setahun kemudian, saya sudah kembali lagi ke Indonesia, back for good. Dan…kesempatan itu ternyata datang! Awalnya karena tweet Atri juga yang kasih tau kalau ada new flight promo AA (Air Asia) rute Kuala Lumpur - Seoul. Sebelumnya sudah pernah denger beritanya dari Nena, my other mate, 1-2 bulan sebelumnya. Gak nyangka ternyata realisasinya secepat itu. At that time, saya lagi sibuk-sibuknya ngurusin pernikahannya Dona, my another bestie, jadi saya sekedar ngecek harga dan liat di websitenya Air Asia dan belum berpikir untuk langsung booking, karena pengen ngajak temen-temen lain yang siapa tau ada yang tertarik pergi bareng ke sana. 3 hari sesudah itu, saya ngecek lagi promo 10 hari tersebut, dan…tiket yang termurah pun sudah habis tentunya. Memang tiket-tiket seperti itu berasaskan “siapa cepat, dia dapat”. Tapi apa boleh buat, promo yang masih tersedia pun diitung-itung masih jauh lebih murah dari pesawat komersial biasa. Sebelum akhirnya berniat booking, saya sempat reconfirm Dona yang tadinya juga tertarik untuk ikut, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya batal. Dan Nena, waktu saya tanyakan, dia bilang sudah duluan titip booking dengan tantenya, jadi saya pikir waktunya gak akan bisa bareng juga, tapi ternyata belakangan diketahui kalau dia tidak jadi juga.
Akhirnya saya putusin untuk beli tiket itu. Harga pulang dan pergi ternyata beda, karena tiket AA itu tiket „ketengan“. Ini pengalaman baru saya beli tiket low cost carrier (LCC) ticket, jadi harus pinter-pinter pilih tiket yang masih tersedia dan hari-hari apa yang paling murah. Kebetulan saya punya waktu yang sangat fleksibel, at least untuk taun ini. Jadi masih gampang untuk pilih-pilih hari yang cocok. Promo tiketnya berlaku mulai awal November 2010 sampai Juli 2011. Waktu itu, awal bulan Agustus, jadi dipikir-pikir, lebih cepat lebih baik, karena saya tidak tau bisa free sampai kapan kalau terlalu lama berangkatnya. Kebetulan juga, ada promo Lebaran AA juga rute Jakarta - Kuala Lumpur yang waktunya bersamaan. Lumayan bisa irit. Karena kalau lagi gak promo, harganya bisa sama dengan tiket Kuala Lumpur – Seoul! Setelah pilih-pilih tiket yang tersedia dan dicocokkan dengan jadwal, terpililhlah tanggal 9 November - 13 November (respectively 14 November) 2010. Karena bayarnya harus pakai CC, pinjem punya nyokap deh. Dan setelah sempet kena error & down di website AA-nya, mungkin karena banyak yang akses juga, akhirnya confirmed juga tiketnya.
Pheeew…akankah saya bisa pergi ke Seoul? Belum bisa 100% dipastikan juga, karena perjuangan selanjutnya menanti, yaitu VISA APPLICATION! That’s the hardest part of this journey! Ya, tau sendiri lah, WNI itu susah mau berpergian ke LN, apalagi ke negara-negara maju, harus ajuin visa in advance dengan persyaratan yang gak sederhana. Nyokap kebetulan udah pernah ke Seoul, tapi kondisinya jauh beda karena dulu hanya sekedar transit dari Hawaii menuju ke Jakarta dan waktu itu nyokap lagi otw back from US dan perginya pakai travel agency, jadi gak banyak problem. Dan memang setelah liat info dan requirements of visa application, transit di Seoul dari negara-negara tertentu gak butuh visa. Yah, pada akhirnya saya harus struggle untuk cari info sendiri tentang aplikasi visa Korea di berbagai website. Bener aja, persyaratannya rada “njelimet”! But fortunately, i’d ever lived in Europe and hold Schengen visa & stay permit for 6 years, so due to requirements, i’m classified as a frequent traveler (mereka yang pernah bepergian ke negara-negara seperti Korea Selatan, USA, Selandia Baru, Australia, Jepang, Kanada, dan Eropa lebih dari 2 kali dalam kurun waktu 2 tahun terakhir). Persyaratannya jadi lebih mudah dibanding dengan first traveler (mereka yang tidak pernah berpergian ke LN sama sekali dan atau berpergian di luar negara-negara yang disebutkan). Pelan-pelan saya melengkapi macam-macam dokumen yang dibutuhkan, mulai dari foto, invitation letter sampai “ketebelece” dari om, berhubung saya belum punya kerjaan tetap aka pengangguran v( ̄∇ ̄) *bangga lagi…*. Dokumen-dokumen yang gak disebutkan pun disiapin, just in case.
And “the judgment” day came. Sebelumnya sempet cek di berbagai web dan tanya-tanya, di mana Kedutaan Korea di Jakarta sebenernya. Soalnya, 3 orang yang saya tanyakan, menjawab masih di tempat yang lama, yaitu di Gatot Subroto. Di beberapa forum or stumbled upon articles di web pun begitu juga. Yang bikin gak yakin karena saya liat di official Korean Embassy, alamat yang tertera bukan di situ, tapi di Thamrin! Karena gak gitu yakin dan salahnya saya gak mau telepon dulu, akhirnya dengan pede-nya pergi ke Gatot Subroto. Dan…bener aja, begitu sampai sana dan tanya satpamnya, bagian visa emang pindah ke Plaza Office di Thamrin! Hahaha, good grief!( ̄へ ̄)Cape naek turun tangga penyeberangan yang super tinggi 2x! Untung masih pagi, jadi masih keburu ke sana hari itu juga. Ternyata gedungnya persis di sebelah Kedutaan Jepang, nyambung dengan Plaza Indonesia, tapi punya pintu masuk sendiri dan satu kesatuan dengan perkantoran, entah perusahaan mana aja yang ada di gedung itu juga. Setelah lapor ke lobby dan tetek bengeknya, lalu dikasih access card untuk naik elevator ke kedutaan di lantai 30-an iianm. Lift-nya super cepet, hanya dengan beberapa detik, langsung sampai di lantai tersebut.
Ternyata, cukup banyak orang yang mau ajuin visa, tapi belakangan diketahui, kalau mostly untuk visa kerja/tugas or travel agency aka visa kolektif. Sepertinya cuma saya dan pasutri yang mengajukan visa pribadi. Setelah kira-kira 10 menit, saya dipanggil lalu menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Sempet di-interview tentang copy of Atri's ID as an invitor & SIUP perusahaan om saya yang kebetulan gak siapin sebelumnya, karena di persyaratannya gak ditulis. Ya, saya bilang aja kalau memang perlu, besok saya balik lagi untuk melengkapi yang diminta. Tapi, petugasnya cuma diem aja, gak begitu nanggepin sambil terus meriksa dokumen-dokumen yang ada. Dan 2 menit kemudian, saya diminta untuk stapling dan balik lagi ke loketnya dan diminta bayar biaya visa sebesar IDR 300.000. Setelah itu saya dikasih notification untuk datang lagi 3 hari kemudian. Waktu itu saya masih bingung campur nervous. Soalnya, sebelumnya saya sempet baca, kalau diterima atau ditolak visanya, uangnya gak akan kembali. Jadi, belum tentu karena sudah bayar berarti approved. Selama 3 hari proses, saya nunggu dengan harap-harap cemas. Tapi alhamdulillah, visanya keluar dengan lancar. Petugas yang mengembalikan paspor saya + visanya beda dengan sebelumnya. Her appearance is much friendlier than her colleague. Anyway, it aint big deal anymore since I already got the visa. The big “obstacle” was overcame. Seoul, here I come…
Oh iya, setelah dapet visa pun, sempet ada problem sedikit tentang tempat tinggal. Berhubung bestie saya tinggal di dormitory, jadi gak bisa numpang nginep di situ. Sempet pula ada option untuk nginep di hostel sekitar di dorm-nya, tapi berhubung budget terbatas, saya minta dicarikan orang Indo yang tinggal di sana yang bisa dan bersedia direpotin untuk beberapa hari. Dan memang waktu kepergian saya itu bad timing sekali, terutama untuk para mahasiswa Indo yang kuliah di sana, karena waktu itu adalah masa sibuk dengan tugas, ujian dan lab. Jadi saya memang sudah siap untuk melakukan self adventure. Alhamdulillah, setelah beberapa lama, ada konfirmasi kalau ada mahasiswa Indo di sana yang bersedia direpotkan, a friend of my bestie juga di sana and I did contact with her. So the prob was secured! One month prior my departure, I already prepared the list of sight-seeing objects. I asked recommendation from my bestie to classify, which are good or not, near or far, and subway/metro line. I didn’t take the bus, unless it’s significant or no other choices.
Banyak yang khawatir saya pergi sendiri dan gak begitu kuasain bahasanya. Bisa sih baca-tulis hangeul, tapi hanya sekedar itu, tanpa dimengerti lebih lanjut bukannya ngaco juga? Modal nekat aja lah! *hahaha* Apalagi selama jalan-jalan di sana gak ditemenin siapa-siapa, kecuali sore atau malam harinya, not by my parents though, apalagi nyokap yang udah biasa liat saya keluyuran ke mana-mana. Mereka belum tahu saya malah excited kalau nyasar di tempat baru, karena saya bisa tau jalan dan lihat hal-hal baru juga. Kinda weird, but that’s the way I am. I think all of my besties know this the best! ( ̄▽ ̄) *nyengir kuda*
Satu bulan berlalu dengan cepatnya. Persiapan sudah selesai. Koper plus segala titipan aman. Jaket dan boot juga sudah disiapkan. My journey began...
hwaaaaa buuullllbuuullll.... seeeerrrruuuuuuu, hihihihiihihihi
ReplyDelete*makin pengen*
Hayoooo semangaaaat! XD
ReplyDelete